Terjemah Ta'lim Muta'allim Pasal Enam

PASAL 6
Permulaan Belajar, Ukuran Belajar dan Tata Tertibnya

Hari Mulai Belajar

Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin memulai belajar tepat Pada hari rabu. Dalam hal ini beliau telah meriwayatkan sebuah hadist sebagai dasarnya, dan ujarnya: Rasulullah saw bersabda: “tiada lain segala sesuatu yang di mulai pada hari rabu, kecuali akan menjadi sempurna”. Dan seperti ini pula yang dikerjakan Abu Hanifah. Mengenai hadist di atas, beliau juga diriwayatkan dari guru beliau Syaikhul Imam Qawamuddin Ahmad bin Abdur Rasyid.Saya mendengar dari orang kepercayaanku, bahwa Syekh Abu Yusuf Al-Hamdani juga menepatkan semua perbuatan bagus pada hari rabu. Demikianlah, karena pada hari rabu itu Allah menciptakan cahaya, dan hari itu pula merupakan hari sial bagi orang kafir yang berarti bagi orang mukmin hari yang berkah.

Panjang Pendeknya Pelajaran

Mengenai ukuran seberapa panjang panjang yang baru dikaji, menurut keterangan Abu Hanifah adalah bahwa Syaikh Qadli Imam Umar bin Abu Bakar Az-Zanji berkata: guru-guru kami berkata: “sebaiknya bagi oarang yang mulai belajar, mengambil pelajaran baru sepanjang yang kira-kira mampu dihapalkan dengan faham, setelah diajarkannya dua kali berulang. Kemudian untuk setiap hari, ditambah sedikit demi sedikit sehingga setelah banyak dan panjang pun masih bisa menghapal dengan paham pula setelah diulanga dua kali. Demikianlah lambat laun setapak demi setapak. Apabila pelajaran pertama yang dikaji itu terlalu panjang sehingga para pelajar memerlukan diulanganya 10 kali, maka untuk seterusnya sampai yang terakhirpun begitu. Karena hal itu menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan kecuali dengan susah payah”.

Ada dikatakan: “pelajaran baru satu huruf, pengulangannya seribu kali”.

Tingkat Pelajaran yang Didahulukan

Sebaiknya dimulai dengan pelajaran-pelajaran yang dengan mudah telah bisa di fahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin Al-Uqaili berkata; “Menurut saya, yang benar dalam masalah ini adalah seperti yang telah dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untuk murid yang baru, mereka pilihkan kitab-kitab yang ringkas/kecil. Sebab dengan begitu akan lebih mudah di fahami dan di hapal, serta tidak membosankan lagi pula banyak terperaktekan”.

Membuat Catatan

Sebaiknya sang murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran-pelajaran yang sudah di fahami hafalannya, untuk kemudian sering diulang-ulang kembali. Karena dengan cara begitu, akan bermanfaat sekali. Jangan sampai menulis apa saja yang ia sendiri tidak tahu maksudnya, karena hal ini akan menumpulkan otak dan waktupun hilang dengan sia-sia belaka.

Usaha Memahami Pelajaran

Pelajar hendaknya mencurahkan kemampuannya dalam memahami pelajaran dari sang guru, atau boleh juga dengan cara diangan-angan sendiri, di fikir-fikir dan sering diulang-ulang sendiri. Karena bila pelajaran yang baru itu hanya sedikit dan sering diulang-ulang sendiri, akhirnyapun dapat dimengerti. Orang berkata : “Hafal dua huruf lebih bagus daripada mendengarkan saja dua batas pelajaran. Dan memahami dua huruf lebih baik daripada menghapal dua batas pelajaran. Apabila seseorang telah pernah satu atau dua kali mengabaikan dan tidak mau berusaha, maka menjadi terbisakan, dan menjadi tidak bisa memahami kalimat yang tidak panjang sekalipun”.

Berdo’a

Hendaknya pula, dengan sungguh-sungguh memanjatkan do’a kepada Allah dan meratap serta meronta. Allah pasti mengabulkan do’a yang di mohonkan, dan tidak mengabaikan orang yang mengharapkan. Sya’ir Imlak Al-Qadli Al-Khalil Asy-Syajarzi dibawakan kepada kami oleh guru kami syaikh Qawamuddin Hammad bin Ibrahim bin ismail As-Shaffar, sebagai berikut :

“Abdilah ilmu, bagaikan anda seorang abdi, Pelajari selalu, dengan berbuat sopan terpuji, yang telah kau hafal, ulangi lagi berkali-kali, lalu tambatkan dengan temali kuat sekali, Lalu catatlah, agar kau bisa mengulangi lagi, Dan selamanya, ku bisa mempelajari, Jikalau engkau, telah percaya tak kan lupa, Ilmu yang baru, sesudah itu masuki segera, Mengulang-ulang, ilmu yang dulu, jangan terlalai Dan bersungguhan, agar yang ini, kan menambahi, Percakapilah mereka, agar ilmumu hidup selalu, Jangan menjauh, dari siap berakal maju, Bila ilmu kau sembunyikan jadi membeku, Kau kan kenal, jadi si bodoh yang tolol dungu, Api neraka kan membelenggumu nanti kiamat, Siksa yang pedihpun menimpamu menjilat-jilat".

Mudzakarah Munadharah Dan Mutharahah

Seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling mengingatkan), munadharah (forum saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas dasar keinsyafan, kalem dan penghayatan serta menyingkiri hal-hal yang berakibat negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh keinsyafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasan dan berlatar belakang yang tidak baik.

Apabila di dalam pembahasan itu dimaksudkan untuk sekedar mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit dan membuat alasan itu tidak diperkenankan, selama musuh bicaranya tidak sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari kebenaran. Bila kepada Muhammad bin Yahya diajukan suatu kemuskilan yang beliau sendiri belum menemukan pemecahannya, maka ia katakan :

“pertanyaan anda saya catat dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang lebih banyak ilmunya”.

Faedah mutharahah dan mudzakarah itu jelas lebih besar daripada sekedar mengulang pelajaran sendirian, sebab disamping berarti mengulang pelajaran, juga menambah pengetahuan yang baru. Ada dikatakan : “Sesaat mutharahah dilakukan, lebih bagus mengulang pelajaran sebulan. Sudah tentu harus dilakukan dengan orang yang insaf dan bertabiat jujur. Awas jangan mudzakarah dengan orang yang sekedar mencari menang dalam pembicaraan semata, lagi pula bertabiat tidak jujur. Sebab tabiat itu suka merampas, akhlak mudah menjalar sedang perkumpulan pengaruhnya besar”.

Syi’ir yang dibawakan oleh Khalil bin ahmad di atas, telah banyak membawa petunjuk. Ada dikatakan :

“Persyaratan ilmu bagi pengabdinya, Menjadikan seluruh manusia, agar mengabdi kepadanya Menggali Ilmu”.

Pelajar hendaknya membiasakan diri sepanjang waktu untuk mengangan-angan dan memikirkan. Karena itu, orang berkata : “angan-anganlah, pasti akan kau temukan”.

Wajib, omongan tepat itu harus lebih dahulu di angan-angan sebelum berbicara. Ucapan adalah laksana anak panah, dimana tepat pada sasaran bila dibidikan terlebih dahulu dengan mengangan-angan. Dalam Ushul Fiqh ada dikatakan bahwa mengangan-angan adalah dasar yang amat penting. Maksudnya, hendaklah ucapan ahli fiqh yang teliti itu terlebih dahulu harus diangan-angan. Ada dikatakan : “Modal akal ialah ucapan yang tidak sembarangan serta diangan-angan terlebih dahulu”. Lain orang berkata :

“Pesan untukmu, tata bicara ada lima perkara, Jika kau taat pada pemesan yang suka rela, jangan sampai terlupa, apa sebabnya, kapan waktunya, bagaimana caranya, berapa panjangnya dimana tempatnya itulah semua”.

Seluruh waktunya dan dalam situasi bagaimanapun, pelajar hendaknya mengambil pelajaran dari siapapun. Rasulullah saw bersabda: “Hikmah itu barang hilangnya orang mukmin dimana asal ia temui supaya diambil juga”. Ada dikatakan: “Ambillah yang jernih tinggalkanlah yang keruh”. Saya mendengar ucapan Syaikhul Imam Ustadz Fakhrudin Al-Kasyani : Adalah jariyah Abu Yusuf menjadi amanat buat Muhammad, lalu kepada Muhammad bertanya: “Adakah sekarang saudari masih hafal sedikit tentang fiqh dari Abu Yusuf? Jawabnya : ah, tidak tuan, hanya saya ketahui ia sering mengulang-ulang ilmunya dan pernah berkata: “Saham daur itu gugur tak dapat bagian. “Dengan itu Muhammad lalu menjadi hafal dan yang tadinya masalah saham daur terasa sulit bagi muhammad, sekarang sudah terpecahkan. Akhirnya tahulah bahwa belajar itu bisa dilaksanakan dari siapa saja”.

Dikala kepada Abu Yusuf ditanyakan: “Dengan apakah tuan memperoleh ilmu? beliau menjawab: “Saya tidak merasa malu belajar dan tidak kikir mengajar”. Ada ditanyakan kepada Ibnu Abbas ra : “dengan apakah tuan mendapat ilmu?” beliau menjawab : “Dengan lisan banyak bertanya dan hati selalu berpikir.”

Hanya dengan banyak mutharahah dan mudzakarah di kedainyalah, Abu Hanifah pedagang kain itu menjadi alim fiqh. Melihat kenyataan tersebut, kita bisa tahu bahwa menuntut ilmu dan fiqh itu bisa pula dilakukan bersama-sama dengan bekerja mencari uang. Abu Hafsh Al-Kabir sendiri bekerja sambil mengulang-ulang pelajarannya sendiri. Karena itu, apabila seorang pelajar harus juga mencarikan nafkah keluarga dan segenap tanggungannya, bisalah kiranya di tengah-tengah keasyikan bekerjanya itu sambil mempelajari sendiri pelajarannya dengan semangat dan segiat mungkin.

Pembiayaan Untuk Ilmu

Orang yang kebetulan sehat badan dan pikirannya, tiada lagi alasan baginya untuk tidak belajar dan tafaqquh sebab tidak ada lagi yang lebih melarat daripada Abu Yusuf, tapi toh tidak pernah melupakan pelajarannya. Apabila seseorang kebetulan kaya raya, alangkah bagusnya bila harta yang halal itu di miliki orang shaleh. Ada ditanyakan kepada seorang yang alim “dengan apa tuan mendapatkan ilmu?” lalu menjawabnya: “Dengan ayahku yang kaya. Dengan kekayaan itu, beliau berbakti kepada ahli ilmu dan ahli keutamaan”. Perbuatan seperti ini, berarti mensyukuri nikmat akal dan ilmu, yang hal itu menyebabkan bertambahnya ilmu. ada dikatakan orang, bahwa Abu Hanifah berucap: “Hanya saja kudapatkan ilmu dengan Bersyukur dan Hamdallah. Tiap-tiap berhasil kufahami fiqh dan hikmah selalu saja kuucapkan Hamdalah. Dengan cara itu, jadi berkembanglah ilmuku.”

Bersyukur

Demikianlah, pelajar harus menyatakan syukurnya dengan lisan, hati, badan dan juga hartanya. Mengetahui/menyadari bahwa kefahaman, ilmu dan taufik itu semuanya datang dari hadirat Allah Swt. Memohon hidayahnya dengan berdo’a dan meronta, karena hanya Dialah yang memberikan hidayah kepada siapa saja yang memohon.

Akhlul Haq yaitu Ahli Sunah Wal Jama’ah selalu mencari kebenaran dari Allah yang maha benar, petunjuk, penerang yang memelihara, Maka Allahpun menganugrahi mereka hidayah dan membimbing dari jalan yang sesat. Lain halnya dengan ahli sesat, dimana ia membanggakan pendapat dan akal sendiri, mereka mencari kebenaran berdasar akal semata, yaitu suatu makhluk yang lemah. Merekapun lemah dan terhalangi dari kebenaran, serta sesat yang menyesatkan, kerena akal itu tak ubahnya seperti pandangan mata yang tidak mampu mencari segala yang ada secara menyeluruh. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa mengetahui dirinya sendiri, maka dia mengetahui Tuhannya. “Artinya, siapa tahu kelemahan dirinya, maka akan tahulah kebesaran kekuasaan Allah. Karena orang itu jangan berpegang dengan diri dan akal sendiri, tapi haruslah bertawakal kepada Allah, dan kepadaNya pula ia mencari kebenaran. Barang siapa bertawakal kepada Allah, maka akan dicukupinya dan dibimbing ke jalan yang lurus.

Pengorbanan Harta Demi Ilmu

Orang kaya jangan kikir, dan hendaklah mohon perlindungan kepada Allah agar tidak kikir. Nabi saw bersabda: “Manakah penyakit yang lebih keras daripada kikir? Bapaknya Syaikhul Imam Agung Syamsul Aimmah Al-Halwaniy adalah seorang fakir penjual kue halwak. Bapak ini menghadiahkan beberapa biji tersebut kepada fuqaha, dan katanya: “Kumohon tuan mendo’akan putraku”. Demikianlah, sehingga atas berkah dermawan, I’tikad baik, suka rela dan merontanya itu, sang putra mendapat kesuksesan cita-citanya. Dengan harta yang dimiliki, hendaklah suka membeli kitab dan mengaji menulis jika diperlukan. Demikian itu akan lebih memudahkan belajar dan bertafaqquh.

Muhammad Ibnul Hasan adalah seorang yang hartawan besar yang mempunyai 300 orang pegawai yang mengurusi kekayaannya, toh suka membelanjakan sekalian kekayaannya demi ilmu, sehingga pakaiannya sendiripun tiada yang bagus. Dalam pada itu, Abu Yusuf menghaturkan sepotong pakaian yang masih bagus untuknya, namun tidak berkenan menerimanya dan malah ujarnya: “Untukmulah harta dunia, dan untukku harta akherat saja”. Yang demikian itu sekalipun menerima hadiah sendiri hukumnya sunnah, barangkali memandangnya dapat mencemarkan dirinya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda: “Orang yang mencemarkan dirinya sendiri, tidaklah termasuk ke dalam golongan kaum muslimin”.

Suatu hikayat, bahwa fakrul Islam Al-Arsyabandiy makan kulit-kulit semangka yang dibuang orang, dimana ia kumpulkan sendiri dari tempat-tempat yang sepi. Pada suatu ketika ada seorang jariyah yang mengetahuinya, lalu melaporkan hal itu kepada tuannya. Maka setelah disediakan jamuan makan, Fakhrul Islampun dimohon kehadirannya. Namun demi menjaga dirinya agar tidak tercemar, beliau tidak berkenan menghadiri jamuan tersebut.

Loba Dan Tama’

Demikianlah, sehingga para pelajar jangan sampai tama’ mengharapkan harta orang lain. Ia hendaknya memiliki Himmah yang luhur. Nabi saw bersabda : “Hindarilah tama’ karena dengan tama’ berarti kemiskinan telah menjadi”. Tapi tuan juga jangan kikir, sukalah membelanjakan hartanya untuk keperluan diri sendiri dan kepentingan orang lain.

Pelaksanaan Pelajaran Keterampilan

Nabi saw bersabda : “Karena khawatir melarat, semua manusia telah jadi melarat”. Pelajar-pelajar dimasa dulu sebelum mempelajari ilmu agama, lebih dahulu belajar bekerja, agar dengan begitu tidak tama’ mengharap harta orang lain. Dalam kata hikmah disebutkan: “Barangsiapa mencukupi diri dengan harta orang lain, berarti ia melarat”.

Jika orang alim bersifat tama’, hilanglah nilai ilmunya dan ucapannya tidak bisa dibenarkan lagi. Karena itu, Rasulullah saw pembawa syareat berlindung diri dari sabdanya: “Aku berlindung diri kepada Allah dari sifat tama’ yang membawa kepada tabiat jahat”.

Lillahi Ta’ala

Tumpuan harapan sang pelajar hanyalah kepada Allah, takutpun hanya kepadaNya. Sikap tersebut bisa di ukur dengan melampaui batas-batas agama atau tidak. Barangsiapa takut kepada sesama makhluk lalu ia mendurhakai Allah, maka berarti telah takut kepada selain Allah. Tapi sebaliknya bila ia telah takut kepada makhluk namun telah taat kepada Allah dan berjalan pada batas-batas syari’at, maka tidak bisa dianggap telah takut kepada selain Allah. Ia masih dinilai takut kepada Allah. Begitu pula dalam masalah harapan seseorang.

Mengukur Kemampuan Diri Sendiri

Hendaknya (yang lebih efisien dan efektif untuk menghafalkan pelajaran yaitu) : Pelajaran hari kemarin diulang 5 kali, hari lusa 4 kali hari kemarin lusa 3 kali, hari sebelum itu 2 kali dan hari sebelumnya lagi 1kali.

Metoda Menghafal

Suatu cara yang efisien dan efektif untuk menghafalkan pelajaran yaitu : Pelajaran hari kemarin diulang 5 kali, hari lusa 4 kali, hari kemarin lusa 3 kali, hari sebelum itu 2 kali, dan hari sebelumnya lagi satu kali. Hendaknya dalam mengulangi pelajarannya itu jangan pelan-pelan. Belajar lebih bagus bersuara kuat dengan penuh semangat. Namun jangan terlalu keras, dan jangan pula hingga menyusahkan dirinya yang menyebabkan tidak bisa belajar lagi. Segala sesuatu yang terbaik adalah yang cukupan. Suatu hikayat menceritakan, bahwa suatu saat Abu Yusuf sedang mengikuti mudzakarah fiqh dengan suara kuat dan penuh semangat. Lalu dengan rasa heran, iparnya berkata: “saya tahu Abu Yusuf telah lima hari kelaparan, tapi ia tetap munadharah dengan suara keras dan penuh semangat”.

Panik Dan Bingung

Seyogyanya pelajar tidak panik dan kebingungan, sebab itu semua adalah afat. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin berkata: “Sesungguhnya saya dapat melebihi teman-temanku adalah karana selama belajar tidak pernah merasa panik, kendor dan kacau”. Hikayat menceritakan, bahwa Syaikh Al-Asbijabiy di masa belajarnya mengalami masa jumud selama 12 tahun lantaran pergantian Raja. Iapun pergi keluar negeri bersama seorang sahabatnya guna mengadakan munadharah setiap hari di sana. Demikian munadharah dilakukan selama 12 tahun. Akhirnyapun sahabat tadi menjadi Syaikhul Islam beraliran madzhab Syafi’I ikutan kaum Syafi’iyyin.

Sebuah Methode Belajar

Guru kami Syaikh Qadli Imam Fakhrul Islam Qadlikhan berkata: Bagi pelajar Fiqh, agar selalu hafal di luar kepala sebuah kitab fiqh. Dengan begitu, akan lebih memudahkan dalam mnghafalkan ilmu fiqh yang baru yang di dengarkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak