Pasal 5
Sungguh-sungguh, Kontinuitas dan Cita-cita Luhur
Kesungguhan Hati
Selain itu semua, pelajar juga harus bersungguh hati dalam belajar serta kontinu (terus-terusan). Seperti itu pula di tunjukkan firman Allah: “Dan Orang-orang yang mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka kepada jalan-jalan Kami” (Surat 29, Al-Ankabut 69).
Ada dikatakan pula : “siapa sungguh-sungguh dalam mencari sesuatu pastilah ketemu”, “Barangsiapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pasti dapat memasuki”. ada dikatakan lagi: “Sejauhmana usahamu, sekian pula tercapai cita-citamu”.
Ada dikatakan : “Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu dan fiqh itu diperlukan kesungguhan tiga pihak. Yaitu guru, pelajar dan wali murid jika masih ada”.
Syi’ir gubahan Asy-Syafi’iy dikemukan kepadaku oleh Al Ustadz Sadiduddin Asy-Syairaziy:
“Dengan kesungguhan, hal yang jauh jadi berada pintu terkunci pun jadi terbuka, Titah Allah yang paling berhaq bilang sengsara, yang bercita tinggi namun hidupnya miskin, Di sini bukti kelestarian taqdir dan hukumNya, bila si pandai hidup sengsara, sedang si bodoh cukup berharta, Tapi yang hidup akalnya, tidak diberi harta dan benda, keduanya pada berpisah, satu di sini satu di sana”.
Syi’ir gubahan lain Asy-Syafi’iy dikemukan padaku:
“Kau idamkan menjadi faqih penganlisa, padahal tidak mau sengsara, macam-macam sajalah penyakit gila, Tidak bakal engkau memboyong harta, tanpa menanggung masakat derita, ilmupun begitu pula”.
Abut Thayib berkata:
“Tak kulihat aib orang sebagai cela, bagaikan orang kuasa yang tak mau memenuhi apa mestinya. Pelajar pula harus sanggup tidak tidur bermalam-malam sebagaimana kata penyair: “Seukur kesulitan, ukuran keluhuran, siapa ingin luhur, jangan tidur semalaman. Kau ingin mulia, tapi tidur di malam hari, dengan menyelam laut, permata kan didapati. Keluhuran derajat, dengan hikmah yang tinggi, keluhuran seseorang, dengan berjaga di malam hari. Oh tuhan, kubuang tidurku di malam hari, demi ridhaMu Ya Maulal Mawali. Siapa tanpa mau sengsara inginkan keluhuran, mengulur umur yang takkan didapatkan. Tolonglah saya agar mendapat ilmu, sampaikan saya dikemuliaan sisiMu. Jadikanlah malam, unta tunggangan buat kau dapat, yang kau citakan”.
Pengarang kitab berkata : ada Nadzam yang semakna dengan syi’ir-syi’ir di atas, yaitu:
“Barangsiapa ingin semua maksudnya tercapai, jadikanlah malam tunggangan untuk mencapai. Kurangilah makan, agar kau mampu berjaga, bila kau idamkan, mendapat sempurna”. Ada yang dikatakan : “Barang siapa tidak tidur di malam hari, hatinya bahagia di siang hari.”
Kontinuitas dan Mengulang Pelajaran
Tidak boleh tidak, pelajar harus dengan kontinyu sanggup dan mengulangi pelajaran yang telah lewat. Hal itu dilakukan pada awal waktu malam, akhir waktu malam. Sebab waktu di antara maghrib dan isya, demikian pula waktu sahur puasa adalah membawa berkah.
“hai pelajaran, patuhilah waro', singkiri tidur, dari perut kenyang, langgengkan belajar, jangan kau rusak, dengan belajar, ilmu tegak dan makin menanjak”.
Hendaknya pula mengambil kesempatan masa muda dan awal remajanya. Syi’ir mengemukakan:
“Sebesar sengsara, itulah kesuksesan citamu, Siapa menuju cita, jangan tidur di malam berlalu, Sempatkan dirimu, di masa muda, Dan ingat, masa itu tak lama berada”.
Menyantuni Diri
Jangan membuat dirinya sendiri bersusah payah, hingga jadi lemah dan tak mampu berbuat apa-apa. Ia harus selalu menyantuni dirinya sendiri. Kesantunan itu mendasari kesuksesan segala hal. Rasulullah saw. Bersabda: “Ingatlah, bahwa islam itu agama yang kokoh. Santunilah dirimu dalam menunaikan tugas agama, jangan kau buat dirimu sengsara lantaran ibadahmu kepada Allah. Karena orang yang telah hilang kekuatannya itu, tiada bisa memutus bumi dan tiada pula kendaraan tunggangannya”.
Nabi saw bersabda : “dirimu itu kendaraanmu, maka santunilah ia”.
Cita-Cita Luhur
Pelajar harus luhur bercita-citanya dalam berilmu. Manusia itu akan terbang dengan cita-citanya, sebagaimna halnya burung terbang dengan kedua sayapnya. Abu-Thoyyib berucap:
“Seberapa kadar ahli cita, si cita-cita kan didapati, Seberapa kadar orang mulya, sikemulyaan kan ditemui, Barang kecil tampaknya besar, di mata orang bercita kecil, Barang besar di mata orang bercita besar, tampaknya kecil”.
Pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah yang luhur. Barang siapa berhimmah menghapalkan seluruh kitab Muhammad Ibnul Hasan, lagi pula disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tak kenal berhenti, maka menurut ukuran lahir pasti akan bisa menghafal sebagian besar atau separuhnya.
Demikian pula sebaliknya, bila cita-citanya tinggi tapi tidak ada kesungguhan berusaha, atau sungguh-sungguh tetapi tidak bercita-cita tinggi, maka hanya sedikit pula ilmu yang berhasil didapatkannya. Di dalam kitab Makarimul Akhlak, Syaikhul Imam Al-Ustadz Ridladdin mengemukakan, bahwa kaisar DzulQarnain dikala berkehendak menaklukan dunia timur dan barat bermusyawarah dengan para Hukama’ dan katanya :
“Bagaimana saya harus pergi untuk memperoleh kekuasaan dan kerajaan ini, padahal dunia ini hanya sedikit nilainya, fana' dan hina, yang berarti ini bukan cita-cita luhur? Hukama' menjawab : “Pergilah Tuan, demi mendapat dunia dan akherat”. Kaisar menyahut: “Inilah yang baik”. Rasulullah saw. Bersabda : “Sungguh, Allah senang perkara-perkara yang luhur tetapi benci yang hina”.
Syi’ir dikatakan:
“Jangan tergesa menangani perkaramu, senantiasalah begitu! Tak ada yang bisa meluruskan tongkatmu, seperti yang meluruskannya selalu”.
Ada dikatakan : Abu Hanifah berkata kepada Abu Yusuf : ” Hati dan akalmu tertutup. Tapi engkau bisa keluar dari belenggu itu dengan cara terus-terusan belajar. Jauhilah malas-malas yang jahat dan petaka itu”.
Syaikh Abu Nashr Ash-Shoffar Al-Anshariy berkata:
“Diriku oh diriku, janganlah kau bermalas-malasan, Untuk berbakti, adil, berbuat bagus perlahan-lahan, Setiap yang beramal kebajikan, untung kan didapat, Tapi yang bermalasan, tertimpa balak dan keparat”.
Ada syi’ir gubahanku yang semakna itu:
“Tinggalkanlah oh diriku, bermalasan dan menunda urusan, Kalau tidak, letakkan saja aku, di jurang kehinaan, Tak kulihat, orang pemalas mendapat imbal, Selain sesal, dan cita-cita menjadi gagal”.
Syi’ir diucapkan:
“Bertumpuk malu, lemah dan sesal, Kebanyakan dari akibat orang malas beramal, Buanglah segan untuk membahas yang belum jelas, Segala yang kau tahu, dan yang masih ragu akibat malas”.
Kata-kata mutiara diucapkan : “Sikap malas adalah timbul dari akibat jarang menghayati kemulyaan dan keutamaan ilmu”.
Usaha Sekuat Tenaga
Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh sampai terasa letih guna mencapai kesuksesan, dan tak kenal berhenti, dan dengan cara menghayati keutamaan ilmu. Ilmu itu kekal, sedang harta adalah fana, seperti apa yang dikemukakan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib:
“Kami rela, bagian Allah untuk kami, Ilmu untuk kami, harta buat musuh kami, Dalam waktu singkat, harta jadi musnah, Namun ilmu, abaditak akan sirna”.
Ilmu yang bermanfaat akan menjunjung tinggi nama seseorang, tetap harum namanya walaupun ia sudah mati. Dan karena begitu, ia dikatakan selalu hidup abadi. Syaikhul Ajall Al-Hasan bin Ali Al-Marghibaniy membawakan syi’ir buat kami:
“Kaum bodoh, telah mati sebelum mati, Orang alim, tetap hidup walaupun mati”.
Demikian pula Syaikhul Islam Burhanuddin :
“Kebodohan membunuh si bodoh sebelum matinya, Belum dikubur, badanya telah jadi pusara, Orang hidup tanpa berilmu, hukumnya mati, Bila bangkit kembali, tak kan bisa bangkit kembali”.
Lain lagi :
“Orang berilmu, hidup kekal setelah mati, Ruas tubuhnya telah hancur lebur di timbun duli,Orang bodoh, jalan di bumi, mati hukumnya, Dikira hidup, nyatanya mati”.
Syakhul Islam Burhanuddin membawakan Syi’ir buat kita :
“Kalau sang ilmu, tingkat tertinggi tuk tempat singgah, Kalau lainnya, meninggi bila banyak anak buah, Orang berilmu namanya harum berlipat tinggi, Orang bodoh begitu mati tertimbun duli, Mendaki tinggi kepuncak ilmu mustahil bisa, Bila maksudnya bagai komandan pasukan kuda, Dengarkan dulu, sedikit saja dikte buatmu, Cuma ringkasan kemulyaan ilmu yang aku tahu, Ia cahaya penerang buta terang benderang, tapi si bodoh, sepanjang masa gelap menantang, Dia puncak menjulang tinggi pelindung siapa berlindung, Makanya aman dari segala aral melintang, juru penyelamat dikala insan terjerat tipu, harapan manis kala sang nyawa diambang pintu, Ia sarana, guna menolong teman durhaka, Yang jalan bengkok akibat bobrok lapis neraka, Yang bertujuan ilmu, berarti telah menuju segala, Yang dapat ilmu, artinya telah dapat segala, Wahai kaum berakal, ilmu itu pangkat mulia, Bila telah didapat, pangkat lain lepas tak mengapa, Bila engkau meninggalkan dunia dengan segala nikmatnya Pejamkan mata, cukuplah ilmu jadi anugrah berharga, mendaki tinggi kepuncak ilmu mustahil bisa, bila maksudnya bagai komandan pasukan kuda, Dengarkan dulu sedikit saja dikte buatmu, Cuma ringkasan kemulyaan ilmu yang aku tahu, Ia cahaya penerang buta terang benderang, Tapi si bodoh sepanjang masa gelap menantang, Dia puncak menjelang tinggi pelindung siapa berlindung, Makanya aman dari segala aral melintang, Juru penyelamat dikala insan terjerat tipu, Harapan manis kala sang nyawa diambang pintu, Ia sarana guna menolong teman durhaka, Yang jalan bengkok akibat bobrok lapis neraka, Yang bertujuan ilmu berarti telah menuju segala, Yang dapat ilmu artinya telah dapat segala, Wahai kaum berakal ilmu itu pangkat mulia, Bila telah didapat, pangkat lain lepas tak mengapa, bila engkau meninggalkan dunia dengan segala nikmatnya, pejamkan mata, cukuplah ilmu jadi anugrah terharga”.
Syi’ir gubahan sebagian para ulama dibawakan buatku:
“Jikalau karena ilmu, orang alim menjadi mulya, Ilmu fiqh membawa mulya kan lebih bisa, Banyak semerbak yang dengan misik tidak menandingi, Banyak penerbang yang tak seperti raja wali”.
Dibawakan lagi untukku :
“Fiqh itu ilmu termahal,engkaulah yang memungut, Siapa belajar, tak kan habis hikmah di dapat, Curahkan dirimu, mempelajari yang belum tahu, Awal bahagia, akhirpun bahagia, itulah ilmu, Bagi orang yang berakal, telah cukuplah merasa terpanggil Menuju kesuksesan berilmu oleh sebagaimana kelezatan-kelezatan ilmu, fiqh dan kebahagian yang timbul bila sedang faham terhadap suatu masalah”.
Sebab Kemalasan
Sikap malas itu bisa timbul akibat dari lendir dahak atau badan berminyak yang disebabkan orang terlalu banyak makan. Adapun cara mengurangi dahak itu sendiri adalah bisa dilakukan dengan cara mengurangi makan. Ada dikatakan: “tujuh puluh orang Nabi sependapat bahwa sering lupa itu akibat dahak terlalu banyak, dahak terlalu banyak karena minum terlalu banyak, dan biasa adanya minum terlalu banyak itu karena makan yang terlalu banyak pula”.
Makan roti kering dan menelan buah anggur kering dapat juga menghilangkan dahak. Namun jangan terlalu banyak, agar tidak mengakibatkan ingin minum, yang kesudahannya memperbanyak lendir dahak pula.Bersiwak juga dapat menghilangkan dahak pula. Disamping memperlancar hafalan dan kefasihan lisan. Demikianlah, perbuatan itu termasuk sunah Nabi yang bisa memperbesar pahala ibadah sahlat dan membaca Al-Qur’an. Muntah juga dapat mengurangi lendir dahak, dan mengurangi perminyakan badan (yang disebabkan makan terlalu banyak).
Cara Mengurangi Makan
Cara mengurangi makan bisa dilakukan dengan cara menghayati faedah dan mamfaat yang timbul dari makan sedikit. Antara lain adalah badan sehat, lebih terjaga dari yang haram dan berarti pula ikut memikirkan nasib orang lain. Dalam hal ini ada syiir menyebutkan :
“Celaka, celaka dan celaka, karena makan, manusia jadi celaka”.
Hadist Nabi Saw. Menyebutkan : “Tiga orang yang di benci Allah bukan karena ia berdosa, yaitu orang pelahap makan, orang kikir dan orang sombong”.
Bisa pula dengan cara menghayati madlarat yang timbul dari akibat makan terlalu banyak, antara lain sakit dan tolol. Ada dikatakan: “Perut kenyang, kecerdasan hilang”. Ada dikatakan ucapan galinus sebagai berikut: “Semua buah delima bermanfaat, semua ikan laut madlarat. Tetapi masih lebih bagus makan ikan laut sedikit, daripada delima tapi banyak, karena bisa menghabiskan harta. Makan lagi setelah perut kenyang hanyalah membawa madlarat, dan mendatangkan siksa kelak di akherat. Orang terlalu banyak makan itu dibenci setiap orang”.
Caranya lagi untuk mengurangi makan, adalah dengan makanan yang berlemak atau berzat pemuak. Makan mana yang lebih lembut dan disukai terlebih dahulu. Dan jangan bersama-sama orang yang sedang lapar sekali selain bila hal itu justru harus dilakukan karena bertujuan bak. Misalnya agar kuat berpuasa, mengerjakan shalat atau perbuatan-perbuatan lain yang berat, bolehlah dilakukan.