Pasal 9 - Kasih Sayang dan Nasehat
Kasih Sayang
Orang alim hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat serta jangan berbuat dengki. Dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin ra. Berkata : Banyak ulama yang berkata : “Putra sang guru dapat menjadi alim, karena sang guru itu selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Al-Quran. Kemudian atas berkah I’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putranya menjadi alim.”
Sebuah hikayat diketengahkan. Shadrul Ajall Burhanul Aimmah membagi waktu untuk mengajar kedua orang putra beliau, yaitu Hasamuddin dan Tajuddin pada waktu agak siang begini, minat kami telah berkurang lagi pula merasa bosan, sang ayahpun menyahut, “sesungguhnya orang-orang perantauan dan putra-putra pembesar itu pada berdatangan kemari dari berbagai penjuru bumi. Karena itu mereka harus kuajar terlebih dahulu”. Nah, atas berkah sang ayah dan kasih sayangnya itulah, dua orang putra beliau menjadi alim fiqh yang melebihi ahli-ahli lain yang hidup pada masa itu.
Menghadapi Kedengkian
Selain tersebut di atas, orang alim hendaknya tidak usah turut melibatkan diri dalam arena pertikaian dan peperangan pendapat dengan orang lain, karena hal itu hanya membuat waktu menjadi habis sia-sia. Ada dikatakan: “Pengamal kebajikan akan dibalas karena kebajikannya, sedang pelaku kejelekan itu telah cukup akan memberatkan siksa dirinya.” Syaikhul Islam Az-Zahid Ruknuddin Muhammad bin Abu Bakar yang masyur dengan gelar Khowahir Zadah Al-Mufti membawakan syi’ir untukku, katanya : Sulthanusi Syari’ah Yusuf Al-Hamadani membawakan untukku Syi’ir ini:
“Biarkan dia berbuat jelek atas dirimu, Cukup atasnya, karena lakunya, apapun itu”.
Ada dikatakan :
“Barangsiapa yang ingin memutuskan batang hidung lawannya, maka bacalah syi’ir di bawah ini berulang kali dibawakan syiir itu buatku” : “Jikalau engkau, ingin musuhmu jadi terhina, Terbunuh susah, terbakar derita, Maka caranya capailah mulya, tambahlah ilmu, Sebab orang dengki, tambah susahnya, Bila yang didengki, tambah ilmunya”.
Ada dikatakan bahwa :
“yang harus kauperhatikan adalah kebagusan dirimu sendiri, bukan menghancurkan musuhmu. Apabila telah kau penuhi dirimu dengan kebagusan, maka dengan sendirinya akan hancurlah musuhmu itu”.
Jangan sampai ada pemusuhan, sebab selain hanya membuang-buang waktu juga membuka cela-cela keaibanmu. Tahanlah dirimu dan sabarlah hatimu, terutama sekali dalam menghadapi orang yang belum tahu. Isa bin maryam bersabda:
“sabarkanlah dirimu dalam menghadapi orang bodoh satu, agar kau beruntung mendapat sepuluh perkara syi’ir: Berabad-abad umat manusia telah kuuji, Tapi jadinya malah cedrapun jengkelkan hati, Tidak kulihat, ada perkara lebih menyusahkan, Yang menyulitkan, selain bila orang bermusuhan, telah kucicipi segala apa yang pahit rasa, tapi tiada yang melebihi pahitnya minta”.
Waspadalah, jangan berburuk sangka kepada sesama orang Mu‟min karena disitulah sumber permusuhan. Di dalam agama islam perbuatan itu adalah terlarang, sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi saw: “Baikkanlah prasangkamu kepada sesama mu‟min”. Buruk sangka akan bisa terjadi karena adanya niatan yang tidak baik, atau hatinya jahat. Sebagaimana syai’ir yang dikemukakan oleh Abut Thoiyib :
“Bila seorang lakunya buruk, buruklah pula sangkaan hati apa kata wahamnyalah yang ia setujui, Ia musuhi yang mencintainya, dan katanya “dia memusuhi” iapun bimbang”.
Ditengah gelap malam menjadi Syi’ir sebagian ulama dibawakan untukku :
“Biarkan saja, lelaku jelek usah kau balas, Apa siapa yang kau bagusi, tambahlah terus, Dari semua tipu musuhmu, kau kan dilindungi, Jikalau musuh menipu kamu, jangan kau peduli”.
Dibawakan untukku, syi’ir Syakhul Amid Abul Farhal-Basthiy:
“Orang alim tak akan selamat dari si bodoh, Bila si bodoh mendzaliminya dan membuat kisruh, damailah saja dengn si bodoh jangan kau serang, bila si bodoh mau cerewet, tetaplah tenang”.