Pasal 3
Memilih Ilmu, Guru, Teman dan Ketabahan Berilmu
Syarat-syarat Ilmu Yang Dipilih
Bagi pelajar, dalam masalah ilmu hendaklah memilih mana yang terbagus dan dibutuhkan dalam kehidupan agamanya pada waktu itu, lalu yang untuk waktu yang akan datang. Hendaknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid, mengenali Allah lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya taqlid sekalipun menurut pendapat kita sudah sah, adalah tetap berdosa karena ia tidak mau beristidlal dalam masalah ini. Hendaknya pula memilih ilmu-ilmu yang kuno (bukan yang baru lahir). Banyak ulama berkata :
“Tekunilah ilmu kuno, bukan yang baru saja ada. Awas jangan sampai terkena pengaruh perbantahan yang tumbuh subur setelah habisnya ulama besar, sebab menjurus untuk menjauhkan pelajar dari mengenali ilmu fiqih, hanya menghabiskan usia dengan tanpa guna, menumbuhkan sikap anti-pati/buas dan gemar bermusuhan. Dan itulah termasuk tanda-tanda kiamat akan tiba, serta lenyapnya fiqih dan pengetahuan-pengetahuan lain”.
Syarat-syarat Guru yang Dipilih
Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim, waro’ dan juga lebih tua usianya. Sebagaimana Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada tuan Hammad Bin Abu Sulaiman. Dalam hal ini dia berkata :
“beliau saya kenal sebagai orang tua yang budi luhur, berdada lebar serta penyabar”. Katanya lagi: “saya mengabdi di pangkuan tuan Hammad Bin Abu Sulaiman, dan ternyata sayapun makin berkembang”.
Bermusyawarah
Abu Hanifah berkata : "Saya mendengar salah seorang ahli hikmah Samarkandi berkata: Ada salah seorang pelajar yang mengajakku bermusyawarah mengenai masalah-masalah mencari ilmu, sedang ia sendiri telah bermaksud ke Bukhara untuk belajar disana".
Demikianlah, maka seharusnya pelajar suka bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi. demikian, karena Allah Swt memerintahkan Rasulullah Saw. Agar memusyawarahkan segala halnya. Bahkan tiada orang lain yang lebih pintar dari beliau, dan masih diperintahkan musyawarah, hingga urusan-urusan rumah tangga beliau sendiri.
Ali ra berkata : “Tiada seorangpun yang rusak karena musyawarah”, Ada dikatakan : “Satu orang utuh, setengah orang dan orang tak berarti. Orang utuh yaitu yang mempunyai pendapat benar juga mau bermusyawarah, sedang setengah orang yaitu yang mempunyai pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah, atau turut bermusyawarah tetapi tidak mempunyai pendapat, dan orang yang tidak berarti adalah yang tidak mempunyai pendapat serta tidak mau ikut musyawarah”. Kepada Sufyan Ats-Tsuriy, Ja’far Ash-Shodik ra berkata: “Musyawarahkan urusanmu dengan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah”.
Menuntut ilmu adalah perkara paling mulya, tetapi juga paling sulit. Karena itulah, musyawarah disi lebih penting dan diharuskan pelaksanaannya.
Al-Hakim berucap : “Jikalau engkau pergi ke Bukhara, janganlah engkau ikut-ikut perselisihan para imam. Tenanglah lebih dulu selama dua bulan, guna mempertimbangkan dan memilih guru. Karena bisa juga engkau pergi kepada orang alim dan mulai belajar kepadanya, tiba-tiba pelajarannya tidak menarik dan tidak cocok untukmu, akhirnya belajarmu pun tidak dapat berkah. Karena itu, pertimbangkanlah dahulu selama dua bulan untuk memilih gurumu itu, dan bermusyawarahlah agar tepat, serta tidak lagi ingin berpindah ataupun berpaling dari guru tersebut. Dengan begitu, engkau mendapat kemantapan belajar di situ, mendapat berkah dan banyak kemampaatan ilmu yang kamu peroleh”.
Sabar dan Tabah Dalam Belajar
Ketahuilah! Sabar dan tabah itu pangkal keutamaan dalam segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan. Sebagaimana sya'ir dikatakan:
“Segala sesuatu, maunya tinggi yang dituju, tapi jarang, hati tabah di emban orang”, Ada dikatakan : “Keberanian ialah sabar sejenak”.
Maka sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam satu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah ke lain daerah kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini dilanggar, dapat membuat urusan jadi kacau balau, hati tidak tenang, waktupun terbuang dan melukai hati sang guru. Sebaiknya pula, pelajar selalu memegangi kesabaran hatinya dalam mengekang kehendak hawa nafsunya. Seorang penyair berkata :
“Hawa nafsu, dialah hina Tiap jajahan nafsu, berarti kalahan si hina”.
Juga berhati sabar dalam menghadapi cobaan dan bencana. Ada dikatakan :
“Gudang simpanan cita, terletak pada banyaknya bencana”.
Disya'irkan untuk saya ada yang berpendapat bahwa sya'ir ini dari gubahan Ali bin Abu Tholib sebagai berikut :
“Tak bisa kau raih ilmu, tanpa memakai 6 senjata Kututurkan ini padamu, kan jelaslah semuanya. Cerdas, sabar dan loba, jangan lupa mengisi saku, Sang guru mau membina, kau sanggup sepanjang waktu”.
Memilih Teman
Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun, waro', bertabiat jujur serta mudah memahami masalah. Menyingkiri orang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah. Sya'ir dikatakan: “Jangan bertanya siapakah dia? Cukup kau tahu oh itu temannya. karena siapapun dia, mesti berwatak seperti temannya. Bila kawanya durhaka, singkirilah dia serta merta, bila bagus budinya, rangkullah dia, berbahagia!”.
Disyi'irkan buatku :
“Jangan kau temani si pemalas, hindari segala halnya, banyak orang shaleh menjadi kandas, sebab rerusuh sandarannya Menjalar tolol kepada cendikia, amat cepat terlalu laksana api bara, ia padam di atas abu”.
Nabi saw bersabda : "Semua bayi itu dilahirkan dalam keadaan kesucian islam, hanya kedua orang tuanyalah yang membuatnya jadi yahudi, nasrani, atau majusi". Ada dikatakan kata hikmah dalam bahasa persi :
“Teman yang durhaka, lebih berbisa daripada ular yang bahaya, Demi Allah Yang Maha Tinggi, Nan Maha Suci, Teman buruk, membawamu ke neraka jahim, Teman bagus, mengajakmu ke surga na’im”.
Ada Disyi'irkan:
“Bilakau ingin mendapat ilmu dari ahlinya, Atau ingin tahu yang gaib dan memberitakannya, maka dari nama bumi, ambillah pelajaran tentang isinya, dan dari orang yang ditemani, ibaratkanlah tentang dia”.