PasaL 4
Mengagungkan Ilmu dan Ahli Ilmu
Mengagungkan Ilmu
Penting diketahui, Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya. Ada dikatakan : “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula karena tidak mau mengagungkannya. Tidaklah anda telah tahu, manusia tidak menjadi kafir karena maksiatnya, tapi jadi kafir lantaran tidak mengagungkan Allah”.
Mengagungkan Guru
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap menjadi hambanya”.
Dalam masalah ini saya kemukakan Syi’irnya:
“Keyakinanku tentang hak guru, hak paling hak adalah itu Paling wajib di pelihara, oleh muslim seluruhnya demi memulyakan, hadiah berhak dihaturkan seharga dirham seribu, tuk mengajar huruf yang Satu”.
Memang benar, orang yang mengajarimu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam urusan agamamu, adalah bapak dalam kehidupan agamamu.
Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti”.
Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas izin darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.
Pada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu menghormati putra dan semua orang yang bersangkut paut dengannya.
Di sini Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bukhara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tengah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya : “ada seorang putra guruku yang sedang main-main di halaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku”.
Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsyabandiy yang menjabat kepala para imam di Marwa lagi pula sangat di hormati sultan itu berkata : “Saya bisa menduduki derajat ini, hanyalah berkah saya menghormati guruku. Saya menjadi tukang masak makanan beliau, yaitu beliau Abi Yazid Ad-Dabbusiy, sedang kami tidak turut memakannya”.
Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwaniy, karena suatu peristiwa yang menimpa dirinya, maka berpindah untuk beberapa lama, dari Bukhara kesuatu pedesaan. Semua muridnya berziarah kesana kecuali satu orang saja, yaitu syaikhul imam Al-qadli Abu Bakar Az-Zarnujiy. Setelah suatu saat bisa bertemu, beliau bertanya: “kenapa engkau tidak menjengukku?” Jawabnya : “Maaf tuan, saya sibuk merawat ibuku”, beliau berkata: “Engkau dianugrahi panjang usia, tetapi tidak mendapat anugrah buah manis belajar”. Lalu kenyataannya seperti itu, hingga sebagian banyak waktu Az-Zarnujiy digunakan tinggal di pedesaan yang membuatnya kesulitan belajar. Barang siapa melukai hati sang gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit kemamfaatannya.
“Sungguh, dokter dan guru, Tak akan memberi nasehat, bila tak di hormati, terimalah penyakitmu, bila kau acuhkan doktermu, dan terimalah bodohmu, bila kau tentang sang guru”.
Suatu hikayat : Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirim putranya kepada Al-Ashma’iy agar diajari ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat Al-Ashma’iy berwudlu dan membasuh sendiri kakinya, sedang putra khalifah cukup menuang air pada kaki tersebut. Maka, Khalifahpun menegur dan ujarnya : “Putraku saya kirim kemari agar engkau ajari dan kau didik; tapi mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”.
Memulyakan Kitab
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu memulyakan kitab, karena itu, sebaiknya pelajar jika mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa Syaikhul islam Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata : “Hanya saya dapati ilmu ilmuku ini adalah dengan mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas belajarku selalu dalam keadaan suci”.
Syaikhul Imam Syamsul Aimmah As-sarkhasiy pada suatu malam mengulang kembali pelajaran-pelajarannya yang terdahulu, kebetulan terkena sakit perut. Jadi sering kentut. Untuk itu ia melakukan 17 kali berwudlu dalam satu malam tersebut, karena mempertahankan supaya belajar dalam keadaan suci. Demikianlah sebab ilmu itu cahaya, wudlupun cahaya. Dan cahaya ilmu akan semakin cemerlang bila dibarengi cahaya berwudlu.
Termasuk memuliakan yang harus dilakukan, hendaknya jangan membentangkan kaki ke arah kitab. Kitab tafsir letaknya di atas kitab-kitab lain, dan jangan sampai menaruh sesuatu di atas kitab.
Guru kita Burhanuddin pernah membawakan cerita dari seorang ulama yang mengatakan ada seorang ahli fikih meletakan botol tinta di atas kitab. Ulama itu seraya berkata : “Tidak bermanfaat ilmumu”.
Guru kita Qodli Fakhrul Islam yang termasyur dengan Qodli Khan pernah berkata: “Kalau yang demikian itu tidak dimaksud meremehkan, maka tidak mengapalah. Namun lebih baiknya disingkiri saja”.
Termasuk pula arti mengagungkan, hendak menulis kitab sebaik mungkin. Jangan kabur, jangan pula membuat catatan penyela/penjelas yang membuat tulisan kitab tidak jelas lagi, kecuali terpaksa harus dibuat begitu. Abu hanifah pernah mengetahui seorang yang tidak jelas tulisannya, lalu ujarnya: “Jangan kau bikin tulisanmu tidak jelas, sedang kau kalau ada umur panjang akan hidup menyesal, dan jika mati akan dimaki”. Maksudnya, jika kau semakin tua dan matamu rabun, akan menyesali perbuatanmu sendiri itu. Diceritakan dari Syaikhul Imam Majduddin Ash-Shorhakiy pernah berkata: “Kami menyesali tulisan yang tidak jelas, catatan kami yang pilih-pilih dan pengetahuan yang tidak kami bandingkan dengan kitab lain”.
Sebaiknya format kitab itu persegi empat, sebagaimana format itu pulalah kitab-kitab Abu Hanifah. Dengan format tersebut, akan lebih memudahkan jika dibawa, diletakkan dan di muthala'ah kembali. Sebaiknya pula jangan ada warna merah di dalam kitab, karena hal itu perbuatan kaum filsafat bukan ulama salaf. Lebih dari itu ada diantara guru-guru kita yang tidak suka memakai kendaraan yang berwarna merah.
Menghormati Teman
Termasuk makna mengagungkan ilmu pula, yaitu menghormati teman belajar dan guru pengajar. Bercumbu rayu itu tidak dibenarkan, selain dalam menuntut ilmu. Malah sebaliknya di sini bercumbu rayu dengan guru dan teman sebangku pelajarannya.
Sikap Selalu Hormat dan Khidmah
Hendaknya penuntut ilmu memperhatikan segala ilmu dan hikmah atas dasar selalu mengagungkan dan menghormati, sekalipun masalah yang itu-itu saja telah ia dengar seribu kali. Adalah dikatakan : “Barang siapa yang telah mengagungkannya setelah lebih dari 1000 kali tidak sebagaimana pada pertama kalinya, ia tidak termasuk ahli ilmu”.
Jangan Memilih Ilmu Sendiri
Hendaklah sang murid jangan menentukan pilihan sendiri terhadap ilmu yang akan dipelajari. Hal itu dipersilahkan sang guru untuk menentukannya, karena dialah yang telah berkali-kali melakukan percobaan serta dia pula yang mengetahui ilmu yang sebaiknya diajarkan kepada seseorang dan sesuai dengan tabi'atnya.
Syaikhul Imam Agung Ustadz Burhanul Haq Waddin ra. Berkata: “Para siswa di masa dahulu dengan suka rela menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan belajar kepada gurunya, ternyata mereka peroleh sukses apa yang diidamkan, tetapi sekarang pada menentukan pilihan sendiri, akhirnyapun gagal cita-citanya dan tidak bisa mendapatkan ilmu dan fiqh”.
Hikayat orang, bahwa Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy pada mulanya adalah belajar shalat kepada Muhammad Ibnul Hasan. Lalu sang guru ini memerintahkan kepadanya : “Pergilah belajar ilmu hadist!”. Setelah mengetahui justru ilmu inilah yang lebih sesuai untuk Bukhariy. Akhirnya pun ia belajar hadist hingga menjadi imam hadist paling terkemuka.
Jangan Duduk Terlalu Dekat Dengan Guru
Diwaktu belajar, hendaklah jangan duduk terlalu mendekati gurunya, selain bila terpaksa. Duduklah sejauh antar busur panah. Karena dengan begitu, akan terlihat mengagungkan sang guru.
Menyingkiri Akhlak Tercela
Pelajar selalu menjaga dirinya dari pada akhlak-akhlak yang tercela. Karena akhlak buruk itu ibarat anjing. Rasulullah saw bersabda: “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau anjing”. Padahal orang belajar itu dengan perantara malaikat. Dan terutama yang disingkiri adalah sikap takabbur dan sombong. Syai’ir dikatakan:
“ilmu itu musuh bagi penyombong diri laksana air bah, musuh dataran tinggi, Diraih keagungan dengan kesungguhan bukan semata dengan harta tumpukan, bisakah agung didapat? Dengan harta tanpa semangat? Banyak sahaya, menduduki tingkat merdeka, Banyak orang merdeka, menduduki tingkat sahaya”.