Pelajaran 18
Keutamaan Beramal dan Mencari Rezeki yang Disertai Tawakal Serta Zuhud
Wahai anakku, tuntutlah ilmu sebanyak mungkin agar engkau dapat mengamalkan dan memberi manfaat untuk dirimu. Serta dapat mengajar, menunjukkan dan mengajak umat manusia dalam mengamalkan ilmu tersebut. Belajarlah engkau agar dapat memperdalam ilmumu dengan jalan mengambil pelajaran dari hidup dan kehidupanmu serta mendapatkan jalan keluar dalam menempuh kehidupan duniawi dan ukhrawi. Janganlah engkau mempelajari suatu ilmu tetapi ilmu itu akan mencelakai dirimu dan jangan sampai ilmu tersebut menjadi pengikat atau pencegah gerak langkahmu dalam berpijak, ini karena piciknya pikiranmu dalam mengartikan ilmu yang akhirnya ilmu yang engkau miliki dapat menjadi jurang pemisah antara kehidupan dan hati nuranimu.
Wahai anakku, orang yang alim patut menjadi uswah (teladan) bagi umat manusia dalam bekerja (mencari harta), karena dia lebih mengerti cara mencari dan menafkahkan hartanya ke jalan yang halal. Dan juga memiliki nur (cahaya) ilmu yang akan memberi petunjuk kepada kita pada saat jual beli, utang piutang, bercocok tanam, berdagang dan menginfakkan hartanya.
Wahai anakku, bukan perbuatan hina apabila seorang pelajar bercocok tanam atau membantu orang tuanya bercocok tanam. Sesungguhnya perbuatan hina itu ialah apabila hanya mengejar-ngejar infak dan sedekah serta menggantungkan diri kepada belas kasihan orang lain atau hanya selalu menantikan sisa makanan dari orang lain.
Wahai anakku, sesungguhnya Rasullallah SAW pernah menggembalakan kambing sebelum diutus menjadi nabi, kemudian beliau berdagang sampai beliau diutus menjadi Nabi dan beliau tidak pernah meninggalkan usaha untuk hidup serta kehidupannya, yang akhirnya rezeki beliau datang dari hasil ghonimah (rampasan perang) sebagaimana Imam Ahmad, Bukhari dan lainya meriwayatkan hadist dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau telah bersabda :
"Allah SWT tidak mengutus seseorang Nabi, kecuali dengan mengembalakan kambing terlebih dahulu." para sahabat mengajukan pertanyaan "apakah engkau juga demikian wahai Rasullallah?". "Ya, aku mengembala kambing di ladang sebelah sana, milik penduduk makkah."
Berdagang pun telah dilakukan dalam kehidupan Rasullallah SAW. Adapun hadist-hadist shahih yang menerangkan bahwa sesungguhnya Nabi SAW Bekerja sama dengan Khadijah untuk berdagang sebelum beliau diutus menjadi Nabi, Imam Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Umar dari Nabi SAW. Beliau bersabda :
"Aku diutus dengan mengangkat pedang (berperang) di zaman akhir, sampai Allah SWT saja yang abadi, tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya. Dan rezekiku datang dari bawah anak tombak".
Abu Bakar Ash-Shiddiq, juga seorang saudagar dari saudagar yang besar dan pekerjaan inipun berhenti setelah menjadi khalifah pertama. Demikian juga para shahabat Nabi yang lain dan para tabi'in serta para 'Salafus Shalih' selalu bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Din (Ajaran Agama) yang mereka miliki tidaklah mencegah dirinya dari pergaulan dengan umat manusia dalam usaha mencari rezeki yang halal, tetapi mereka bahkan menjadi teladan di dalam cara bekerja.
Wahai anakku, sesungguhnya engkau akan mengetahui banyak ilmu syara' (syariat) dalam ajaran islam baik itu masalah jual beli, gadai, sewa menyewa, berdagang, bercocok tanam dan sebagainya. Karena itu beramallah sesuai dengan ilmu yang telah engkau miliki dan ajarkan umat manusia, sehingga Allah SWT akan melipatgandakan pahalamu dalam beramal dan menyebarluaskan ilmu.
Wahai anakku, janganlah engkau berpendapat seperti orang-orang yang bodoh yang mengatakan bahwa tawakal (berserah diri kepada allah) ialah dengan meninggalkan usaha (bekerja) dan berserah begitu saja kepada takdir (ketentuan Allah SWT). Sesungguhnya seorang petani yang bercocok tanam di sawah pada waktu siang dan malam merupakan contoh petani yang bertawakal kepada Allah SWT asalkan niatnya baik dan benar. Petani itu menebarkan benih di sawah ladangnya, memelihara dengan baik dan setelah itu berhasil atau tidaknya dalam bertani diserahkan sepenuhnya kepada Rabbnya, kalau kiranya Allah SWT menghendaki tentu akan tumbuh semi yang baik sehingga membawa hasil tujuh ratus kali lipat dari benih aslinya. Dan apabila Allah SWT menghendaki tidak tumbuh, maka sama sekali tidak akan membawa hasil. Itu adalah sebaik-baiknya tawakal yang tidak disertai kesedihan dan kebencian apabila tidak berhasil seperti yang kita harapkan.
Wahai anakku, zuhud (tidak terikat pada dunia) bukan berarti meninggalkan usaha (bekerja), tetapi zuhud ialah menghindarkan diri dari harta keduniawian di dalam diri. Apabila engkau bekerja sesuai hajat kebutuhan hidupmu dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang lemah, serta bersedekah kepada orang-orang fakir dan engkau tidak berkeinginan untuk memupuk harta kekayaan kecuali dengan jalan yang dibenarkan oleh Allah SWT dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya.
"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah SWT kepadamu (kebahagiaan di akhirat), dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaiamna Allah SWT telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash: 77)