Pembahasan Keenam Tentang Iman Kepada Qada' Dan Qadar (Ketentuan Allah SWT)
Soal : Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya qadla dan qadar?
Jawab : Hendaklah kita meyakini bahwasanya seluruh perbuatan manusia baik yang membutuhkan usaha (ikhtiyari) seperti berdiri, duduk, makan dan minum, maupun tanpa usaha (idltirori) seperti jatuh, semua itu terjadi karena kehendak Allah Subhaanahu Wata'ala. Dan ketentuan (takdir) itu telah dibuat Allah sejak zaman azali (zaman sebelum ada sesuatu kecuali Allah) dan pengetahuan Allah tentang semua itu telah ada sebelum hal tersebut terjadi.
Soal : Kalau memang Allah adalah Sang Pencipta segala perbuatan manusia, bukankah itu berarti manusia adalah majbur (dipaksa) dalam setiap perbuatannya, dan setiap yang dipaksa maka tidak berhak mendapat pahala atau siksa?
Jawab : Bukan demikian maksudnya. Manusia tidaklah dipaksa sama sekali karena dia memiliki keinginan sendiri yang dapat mengantarkannya ke sisi baik atau sisi buruk. Manusia juga dikaruniai akal fikiran dimana dengan akal tersebut ia bisa memilih diantara sisi baik atau buruk. Jika ia menggunakan kehendaknya ke sisi yang baik, maka menjadi nyatalah kebaikan yang ia kehendaki. Dan ia akan mendapat pahala atas hal itu karena telah berbuat baik dan kehendak juziyyah nya bergantung pada sisi baik itu. Apabila kehendaknya memilih sisi buruk maka menjadi nyatalah keburukan yang ia kehendaki dan dia mendapat siksa atasnya karena keburukan itu terjadi karena keinginannya, dan kehendak juziyyah nya bergantung pada sisi buruk itu.
Soal : Berilah sebuah contoh yang dapat memudahkan hati untuk memahami bahwasanya seorang hamba tidaklah dipaksa atas perbuatannya?
Jawab :
Setiap manusia memungkinkan untuk mengetahui bahwa ia tidak dipaksa atas segala perbuatannya. Sebagai contoh dia bisa membedakan saat tangannya menulis dan saat gemetar. Karena gerakan tangan saat menulis, sesungguhnya gerakan itu disandarkan kepada dirinya dengan mengatakan :
“aku menulis dengan usaha dan keinginanku”.
Adapun gerakan tangan saat gemetar maka hal itu tidak bisa disandarkan pada dirinya (terjadi di luar kehendaknya) dan dia tidak mengatakan :
“aku menggerakkan tanganku”.
namun dia mengatakan :
“sesungguhnya hal itu (gerakan tanganku saat gemetar) terjadi di luar keinginanku”.
Soal : Pelajaran apa yang dapat dipetik dari contoh di atas?
Jawab : Dapat diambil pelajaran dari contoh tersebut bahwasanya setiap manusia dapat memahami dengan pendekatan sederhana, bahwa perbuatannya dibagai menjadi dua Pertama, perbuatan yang terjadi dengan usaha dan kehendaknya. Seperti makan makan, minum, memukul seseorang dan lain sebagainya. Kedua, perbuatan yang terjadi di luar usahanya seperti jatuh dan lain sebagainya.
Soal : Hal apakah yang mengiringi perbuatan seorang hamba jika perbuatan tersebut termasuk Ikhtiary (terjadi karena usaha manusia)?
Jawab : Perbuatan seorang hamba yang bersifat ikhtiary apabila berupa perbuatan baik maka akan mendapat pahala, dan apabila berupa perbuatan buruk maka akan mendapat dosa (siksa). Adapun jika perbuatan itu bersifat Idltirory (tanpa usaha) maka tidak akan dituntut apapun atas terjadinya perbuatan itu.
Soal : Jika seseorang memukul saudaranya dengan dzalim dan karena permusuhan, atau melakukan perbuatan buruk dan dosa serta semacamnya, lantas ia berdalih bahwa perbuatan itu terjadi karena sudah ditakdirkan, Apakah dapat diterima alasan tersebut?
Jawab : Sesungguhnya alasan hamba tersebut tidak dapat diterima, baik di sisi Allah Subhaanahu Wata'ala mupun di sisi manusia. Karena terdapat kehendak terbatas (iradah juziyyah) pada diri hamba itu, ia pun diberi kemampuan, usaha dan juga akal fikiran.
Soal : Sebutkanlah ringkasan dari seluruh pembahasan di atas?
Jawab : Sesungguhnya wajib bagi setiap manusia yang mukallaf (telah dibebani kewajiban), hendaklah meyakini dengan teguh dan mantap, bahwasanya seluruh perbuatan, ucapan dan setiap gerak geriknya -baik maupun buruk – semua itu terjadi karena kehendak, ketentuan dan atas sepengetahuan Allah Subhaanahu Wata'ala. Akan tetapi hanya kebaikan yang diridlainya sedangkan keburukan tidak diridlainya. Dan hendaklah manusia menyadari bahwa ia dianugerahi kehendak terbatas (juziyyah) dalam perbuatannya yang bersfiat pilihan (ikhtiary). Dia akan diberi pahala atas perbuatan baik dan mendapat siksa karena perbuatan jahat. Dan tidak ada alasan baginya untuk berbuat kejahatan. Dan sungguh Allah tidak akan mendzalimi hamba-hambaNya.